.quickedit{ display:none; }

Social Icons

Featured Posts

0

الخميس، ١٧ أبريل ٢٠١٤

Imunisasi Nabawi, Apakah Itu?


8 Mar Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A. hafidzahullah
Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala Yang telah menciptakan makhluq-Nya yang membawa banyak hikmah, sehingga tiada satupun makhluk yang diciptakan dengan sia-sia.

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لاعِبِينَ
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dengan bermain-main.” (Qs. Al-Anbiya’ 16)
Maha Suci Allah Yang telah menciptakan makhluq-Nya dengan berpasang-pasang:

وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasang supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (Qs. Az Dzariyat 49)
Ketentuan ini berlaku pada seluruh makhluq-Nya, tidak terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan pula obatnya.
Sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)
Saudaraku! Syari’at Islam tidak hanya mengajarkan berbagai metode pengobatan berbagai penyakit yang menimpa umatnya, Islam juga mengajarkan berbagai tindak prefentif guna melindungi mereka dari serangan berbagai penyakit.
Bila saat ini sedang booming pengobatan dengan thibbun nabawi (pengobatan ala nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka pada kesempatan ini saya mengajak anda untuk mengenal imunisasi nabawi.
Mungkin anda terkejut dengan tema pembahasan kali ini, dan saya kira anda akan semakin terkejut bila mengetahui berbagai syari’at yang akan saya paparkan di bawah ini.
Saudaraku! Tema ini adalah salah satu bukti bahwa Islam adalah syari’at yang sempurna, tidak ada kekurangan sedikitpun padanya.
Kekurangan hanya ada pada diri kita sebagai umat Islam. Kita kurang atau bahkan tidak memahami berbagai syari’at Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Akibat dari kekurangan kita ini, akhirnya kita berserah diri dan beranggapan bahwa Islam tidak mengajarkan kepada kita Ilmu kesehatan, atau ilmu sosial, atau perniagaan atau lainnya.
Karenanya, marilah kita terus menggali dan mengkaji syari’at Allah ini, agar kita menyadari dan yakin bahwa ternyata Islam adalah pedoman hidup yang harus kita terapkan dalam segala aspek kehidupan kita.
Berikut saya sebutkan beberapa syari’at Islam yang memiliki peran dan fungsi mencegah datangnya berbagai penyakit:
A. Membaca basmalah ketika berhubungan suami istri
Ketahuilah bahwa diantara biang berbagai penyakit ialah lalai dari dzikir kepada Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit memberikan gambaran tentang kaitan antara penyakit fisik dengan kelalaian anda dari mengingat Allah:

.يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ على قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إذا هو نَامَ ثَلَاثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ، فَإِنْ اسْتَيْقَظَ فذكر اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صلى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ. متفق عليه
“Setan senantiasa mengikatkan pada tengkuk salah seorang dari kalian bila ia tidur tiga ikatan, lalu ia memukul setiap ikatan (agar menjadi kuat) sambil berkata: “malam masih panjang, maka tidurlah” bila ia terjaga, kemudian ia menyebut nama Allah, maka terurailah satu ikatan, bila ia berwudlu, maka terurailah satu ikatan, dan bila ia menunaikan sholat, maka terurailah satu ikatan, sehingga iapun pada pagi itu dalam keadaan bersemangat dan berjiwa baik, bila tidak, maka ia akan berjiwa buruk dan malas.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dengan jelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa diantara akibat langsung dari perbuatan anda melalaikan salah satu dari ketiga hal di atas ialah jiwa anda menjadi buruk, dan semangat anda luntur, serta merasa malas.
Dari hadits ini dan juga lainnya, dapat disimpulkan bahwa dzikir kepada Allah dalam segala keadaan, memiliki peran yang sangat besar dalam menangkal berbagai penyakit jiwa dan raga kita.
Dan diantara dzikir yang sangat efektif menangkal berbagai penyakit, terutama pada anak-anak kita ialah bacaan basmalah yang diucapkan oleh pasangan suami istri ketika hendak bergaul.
Subhanallah, bacaan basmalah pada saat itu, bukan hanya mencegah ulah setan dari diri mereka berdua, akan tetapi juga berkelanjutan pada anak yang Allah karuniakan kepada mereka dari hasil pergaulan tersebut.

عن ابن عَبَّاسٍ رضي الله عنهما عن النبي  قال: أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ ولم يُسَلَّطْ عليه. متفق عليه
“Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya salah seorang dari kamu bila mendatangi istrinya, dan ia membaca:

بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا
“Dengan menyebut Nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami” kemudian mereka berdua dikaruniai anak, niscaya ia (anak) itu tidak akan diganggu (dikuasai) oleh setan, dan setan tidak akan dapat untuk menguasainya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Tidak mengherankan bila setan memiliki andil besar dalam berbagai penyakit dan gangguan yang menimpa anak manusia. Yang demikian itu karena setan ingin mencelakakan mereka dengan segala cara yang dapat ia lakukan. Saking besarnya peran setan, sampai-sampai Nabi Ayyub tatkala ditimpa beraneka ragam penyakit, beliau berkata dalam doanya kepada Allah:

أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ ص 41
“Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Qs. Shaad 41)
Ulama’ ahli tafsir menyebutkan bahwa dahulu Nabi Ayyub  ditimpa berbagai penyakit, sampai-sampai tidak ada di tubuhnya walau hanya sebesar ujung jarum yang utuh.
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa salah satu penyebab kebinasaan umatnya ialah karena menjadi korban tusukan musuh-musuh mereka dari bangsa jin:

فَنَاءُ أمتي بِالطَّعْنِ وَالطَّاعُونِ. فَقِيلَ يا رَسُولَ اللَّهِ: هذا الطَّعْنُ قد عَرَفْنَاهُ، فما الطَّاعُونُ؟ قال: وَخْزُ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الْجِنِّ، وفي كُلٍّ شُهَدَاءُ. رواه أحمد والطبراني وصححه الألباني
“Kebinasaan umatku ialah dengan sebab tusukan dan tho’un. Para sahabat bertanya kepada beliau: Ya Rasulullah! Kalau tusukan, kami telah mengetahui maksudnya, akan tetapi apakah tho’un itu? Beliau menjawab: Tusukan yang tidak menembus yang dilakukan oleh musuh-musuh kalian dari kalangan jin, dan pada keduanya terdapat para syahid.” (Riwayat Ahmad, At Thabrani dan dishahihkan oleh Al Albani)
Pada riwayat lain beliau lebih detail menjelaskan maksud dari tha’un:

وَخْزُ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الْجِنِّ،، غُدَّةٌ كَغُدَّةِ الإِبِلِ، تَخْرُجُ بِالآبَاطِ وَالمَرَاقِ. رواه الطبراني وحسنه الألباني
“Tha’un adalah tusukan yang tidak menembus yang dilakukan oleh musuh-musuh kalian dari bangsa jin, ia berupa daging tumbuh bagaikan daging tumbuh yang menimpa onta, ia keluar di ketiak, dan bagian bawah perut.” (Riwayat At Thabrani dan dihasankan oleh Al Albani)
Bila anda renungkan dengan baik-baik pengertian tho’un di atas, niscaya anda berkesimpulan bahwa tha’un adalah penyakit yang menyerupai kangker kalaulah bukan kangker itu sendiri.
Bila demikian adanya, maka tidak ada imunisasi yang paling ampuh guna menanggulangi gangguan setan dari anak anda dibanding dzikir kepada Allah. Terutama sebelum mereka terlahir di dunia, tepatnya ketika anda hendak berhubungan dengan istri anda.
Walau demikian halnya, betapa banyak dari kita yang belum memahami akan keutamaan basmalah sebelum berjima’, atau menganggapnya sebagai hal yang merepotkan belaka. Bahkan betapa banyak orang yang telah memahaminya, akan tetapi ketika hendak berjima’, ia lupa untuk mengucapkannya. Tidak heran bila setan dengan leluasa mengganggu anak keturunan kita, dengan berbagai macam bentuk gangguannya.
Ibnu Hajar berkata: “Banyak dari orang yang telah memahami keutamaan bacaan dzikir ini, akan tetapi ia lalai darinya ketika hendak berjima’, dan sebagian dari yang ingat akan bacaan doa ini serta mengucapkannya tidak dikaruniai anak. (1)
Bila Ibnu Hajar mengangkat permasalahan lupa yang sering menimpa pasangan suami istri ketika hendak berjima’, maka dizaman kita ada fenomena lain yang lebih pahit, yaitu merajalelanya hubungan haram, sehingga tidak heran, bila setan dengan mudah menimpakan godaan dan gangguannya kepada generasi muda kita, yang banyak dari mereka adalah hasil dari hubungan yang dimurkai Allah, alias kumpul kebo. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Ini adalah salah satu imunisasi nabawi yang hingga saat ini dan mungkin hingga hari qiyamat tidak dipahami dan tidak dapat dicapai oleh berbagai kemajuan ilmu medis barat. Dan imunisasi nabawi ini merupakan salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan paling bermanfaat bagi umat manusia. Oleh karenanya, saya katakan: bangkitlah umatku! Mari kita pelajari ilmu agama kita dalam segala aspeknya, baik yang berkaitan dengan hukum halal haram atau lainnya. Dengan demikian, kita tidak mudah silau dengan keberhasilan sesat bangsa dan umat lain. Selamat berjuang menggapai kejayaan di dunia dan akhirat.
B. Menutup bejana dan tempat menyimpan makanan dan minuman
Bila orang-orang yang ilmu dan jiwanya telah mengkultuskan peradaban barat biasanya beranggapan bahwa masyarakat baratlah kiblat kebersihan dan kesehatan,. maka hal itu tidaklah layak dilakukan oleh orang yang dihatinya masih tersisa setitik keimanan.
Yang demikian itu, dikarenakan agama kita, jauh-jauh hari sebelum bangsa barat mengenal kebersihan, telah mengajarkan berbagai syari’at yang hingga saat ini belum bisa ditandingi oleh teori atau peradaban apapun.
Diantara tindakan prefentif yang diajarkan Islam guna menjaga kesehatan umat manusia ialah dengan menjaga makanan dan minuman mereka dari berbagai kotoran dan mikro organik yang dapat mengancam kesehatan. Agar makanan dan minuman tetap bersih dan higenis, Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menutupinya, dan tidak membiarkannya terbuka, terkena udara bebas dan berbagai hal lainnya. Tindakan ini adalah langkah awal yang sangat penting dari upaya menjaga kesehatan dan menangkal penyakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

غَطُّوا الْإِنَاءَ، وَأَوْكُوا السِّقَاءَ، وَأَغْلِقُوا الْبَابَ، وأطفؤا السِّرَاجَ، فإن الشَّيْطَانَ لَا يَحُلُّ سِقَاءً، ولا يَفْتَحُ بَابًا، ولا يَكْشِفُ إِنَاءً، فَإِنْ لم يَجِدْ أحدكم إلا أَنْ يَعْرُضَ على إِنَائِهِ عُودًا وَيَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ، فَلْيَفْعَلْ. رواه مسلم
“Tutuplah bejana, ikatlah geribah (tempat menyimpan air yang terbuat dari kulit-pen), tutuplah pintu, matikanlah lentera (lampu), karena sesungguhnya setan tidaklah mampu mengurai geribah yang terikat, tidak dapat membuka pintu, dan tidak juga dapat menyingkap bejanan (yang tertutup). Bila engkau tidak mendapatkan (tutup) kecuali hanya dengan melintangkan diatas bejananya sebatang ranting, dan menyebut nama Allah, hendaknya ia lakukan.” (HR. Muslim)
Pada riwayat lain:

غَطُّوا الإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فإن في السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فيها وَبَاءٌ، لاَ يَمُرُّ بِإِنَاءٍ ليس عليه غِطَاءٌ، أو سِقَاءٍ ليس عليه وِكَاءٌ، إلاَّ نَزَلَ فيه من ذلك الْوَبَاءِ. رواه مسلم
“Tutuplah bejana, dan ikatlah geribah, karena pada setiap tahun ada satu malam (hari) yang padanya turun wabah. Tidaklah wabah itu melalui bejana yang tidak bertutup, atau geribah yang tidak bertali, melainkan wabah itu akan masuk ke dalamnya.” (HR. Muslim)
Dari mencermati hadits di atas, dapat dipahami bahwa menutup rapat makanan dan minuman, terlebih-lebih bila disertai dengan bacaan basmalah, dapat menanggulangi dua penyebab utama bagi segala penyakit:
  1. Ulah dan kejahatan setan.
  2. Wabah penyakit yang turn dan menyebar melalui media udara.
Imam An Nawawi berkata: “Para ulama’ menyebutkan beberapa faedah dari perintah menutup bejana dan geribah, diantaranya kedua faedah yang ditegaskan pada hadits-hadits ini, yaitu:
  1. Menjaganya (makanan dan minuman) dari setan, karena setan tidak dapat menyingkap tutup bejana, dan tidak dapat mengurai ikatan geribah.
  2. Menjaganya dari wabah yang turun pada satu malam di setiap tahun.
  3. Faedah ketiga: menjaganya dari terkena najis dan kotoran.
  4. Keempat: menjaganya dari berbagai serangga dan binatang melata, karena bisa saja serangga jatuh ke dalam bejana atau geribah, lalu ia meminumnya, sedangkan ia tidak menyadari keberadaan serangga tersebut, atau ia meminumnya pada malam hari, (sehingga ia tidak melihatnya-pen) akibatnya ia terganggu dengan binatang tersebut.”(2)
Imam An Nawawi juga menjelaskan bahwa syari’at menutup bejana dan mengikat geribah ini bukan hanya berlaku pada malam hari, akan tetapi juga berlaku pada siang hari, berdasarkan keumuman teks hadits di atas.
Syari’at ini juga menguatkan paparan saya sebelumnya, bahwa lalai dari berdzikir kepada Allah adalah biang berbagai penyakit, karena dengan menyebut nama Allah ketika menutup makanan dan minuman, berarti makanan dan miuman kita terhindar dari ulah setan dan wabah yang turun.
Hikmah pertama dan kedua yang disebutkan pada hadits di atas, yaitu menjaga makanan dan minuman dari wabah yang turun pada satu hari/malam di setiap tahun, merupakan hikmah yang hingga saat ini tidak diketahui dan ditemukan oleh ilmu kedokteran barat. Dan hikmah ini hanya dapat diketahui melalui wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana hadits ini merupakah isyarat bahwa wabah penyakit, hanya terjadi pada masa-masa tertentu saja, dan tidak terjadi pada sepanjang tahun. Dan ini adalah salah satu fakta yang telah dibuktikan dalam dunia medis. Kita semua mengetahui bahwa berbagai wabah yang ada di masyarakat, kebanyakannya terjadi pasa masa-masa tertentu saja, dimana pada saat itu berbagai virus dan bakteri penyebab penyakit berkembang biak, lalu menyerang masyarakat.
Kedua hikmah ini merupakan secercah rahasia ilmu kedokteran islam yang tidak atau belum kita kembangkan dan sosialisasikan ke masyarakat. Sebagaimana hal ini merupakan salah satu bentuk imunisasi syariat yang belum atau bahkan tidak kita kembangkan dan sosialisasikan kepada umat manusia.
C. Makan tujuh biji kurma Ajwah.
Diantara tindakan prefentik yang diajarkan Islam untuk mencegah berbagai penyakit sebelum datang ialah dengan mengkonsumsi tujuh biji buah kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah di waktu pagi. Mengkonsumsi tujuh biji kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah di waktu pagi, dapat mencegah serangan pengaruh sihir dan racun. Yang demikian ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

من تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ، لم يَضُرَّهُ في ذلك الْيَوْمِ سُمٌّ ولا سِحْرٌ.متفق عليه
“Barang siapa yang setiap pagi hari makan tujuh biji buah kurma ajwa, niscaya pada hari itu ia tidak akan terganggu oleh racun atau sihir.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pada riwayat lain:

من أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بين لَابَتَيْهَا حين يُصْبِحُ لم يَضُرَّهُ سُمٌّ حتى يُمْسِيَ. رواه مسلم
“Barang siapa pada pagi hari, makan tujuh biji kurma yang dihasilkan diantara kedua hamparan Madinah, niscaya ia tidak akan terganggu oleh racun hingga sore hari.” (HR. Muslim)
Dengan jelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa manfaat mengkonsumsi tujuh biji kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah pada pagi hari adalah untuk menangkal pengaruh sihir dan racun. Sehingga manfaat kurma ajwah ini sama halnya dengan manfaat yang diperoleh dari imunisasi.
Berikut saya nukilkan fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah tentang hal ini:
Pertanyaan:
Apa hukumnya berobat dengan imunisasi sebelum datangnya penyakit?
Jawaban:
Tidak mengapa berobat dengan imunisasi bila kawatir terkena suatu penyakit, disebabkan adanya wabah, atau sebab lainnya yang dikawatirkan menjadi penyebab datangnya penyakit. Sehingga tidak mengapa, anda minum obat guna menangkal penyakit yang dikawatirkan.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hadits yang shahih:

من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم
“Barang siapa yang pada waktu pagi makan tujuh biji kurma madinah, niscaya ia tidak akan terganggu oleh sihir, tidak oleh racun.” Hadits ini termasuk upaya penanggulangan penyakit sebelum terjadi.
Demikian juga halnya orang yang kawatir terhadap serangan suatu penyakit, dan ia diberi imunisasi anti wabah yang sedang menyerang di negri tersebut atau di negri manapun. Upaya itu tidak mengapa, sebagai upaya pertahanan. sebagaimana halnya penyakit yang telah menimpa diobati, demikian juga halnya penyakit yang dikawatirkan akan menyerang, boleh ditanggulangi dengan pengobatan.
Akan tetapi tidak dibenarkan untuk menggantungkan ajimat, penangkal penyakit, atau jin, atau ‘ain, dikarenakan itu semua dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perbuatan itu termasuk syirik ashghar (kecil), karena itu, hendaknya kita waspada.” (3)
D. Banyak beristighfar
Bila pada pemaparan di atas telah jelas bahwa kemaksiatan kepada Allah adalah biang datangnya berbagai musibah dan wabah penyakit, maka dapat dipahami bahwa istighfar dan mohon ampunan kepada-Nya adalah penangkal dan penawar berbagai wabah dan penyakit.Bukan hanya menangkal penyakit, akan tetapi istighfar juga akan mendatangkan kedamaian, kebahagian, keberkahan dan kemudahan dalam hidup.
Allah Ta’ala berfirman kepada umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى هود 3
“Dan hendaknya kamu meminta ampun kepada Tuanmu dan bertaubat kepada-Nya (Jika kamu mengerjakan yang demikian) niscaya Allah akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai pada waktu yang telah ditentukan.” (Qs. Huud:3)
Syeikh Muhammad Amin As Syinqithy menafsirkan ayat ini dengan berkata:
“Pendapat yang paling kuat tentang maksud kenikmatan yang baik ialah: rizqi yang melimpah, hidup yang lapang, dan keselamatan di dunia, dan yang dimaksud dengan (waktu yang telah ditentukan) adalah kematian.” (4)
Allah Ta’ala mengisahkan perihal Nabi Hud ‘alaihissalaam bersama kaum ‘Aad. Dikisahkan, kaum ‘Aad adalah satu kaum yang terkenal memiliki kekuatan yang luar biasa.

وَقَالُوا مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ  فصلت 15
“Kaum ‘Aad berkata:”Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami” Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya dari mereka Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami.” (Qs. Fusshilat:15)
Walau demikian, andai mereka beriman kepada Allah dan mensucikan jiwa mereka suci dari berbagai noda kemaksiatan dengan beristighfar, niscaya kekuatan mereka menjadi berlipat ganda:

وَيَاقَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ توبوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السمآء عَلَيْكُمْ مِّدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إلى قُوَّتِكُمْ  هود : 52
“Wahai kaumku, beristighfarlah kamu kepada Tuhanmu, lalu bertaubatlah (Kembalilah) kepada-Nya, niscaya Allah akan menurunkan hujan yang sangat lebat, dan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu.” (Qs. Huud:52)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam kitab tafsirnya bahwa Abul Bilaad merasa keheranan tatkala membaca firman Allah Ta’ala:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ  الشورى 30
“Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri.” (Qs. As Syura 30)
Ia bertanya-tanya, bagaimana penerapan ayat ini pada dirinya, yang telah menderita buta mata sejak ia dilahirkan. Karena rasa herannya inilah ia bertanya kepada Al ‘Ala’ bin Bader: “Bagaimana penafsiran firman Allah Ta’ala:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ  الشورى 30
“Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri,” padahal aku ditimpa kebutaan sejak aku masih bayi? Maka Al ‘Ala’ menjawab: “Itu adalah akibat dari dosa kedua orang tuamu.”(5)
Inilah imunisasi nabawi sejati yang sepantasnya digalakkan sejak dini, agar kita menjadi bangsa yang perkasa dan berjaya. Dan selanjutnya, generasi penerus kita tidak turut merasakan sebagian dari kesialan berbagai amal kemaksiatan kita.
Renungkan dan pikirkan baik-baik saudaraku! Apakah anda sampai hati untuk mewariskan kesialan amal maksiat anda kepada putra-putri anda?
Saya yakin anda adalah orang tua yang penyayang, sehingga andapun pasti terpanggil untuk menjauhkan warisal sial ini dari putra-putri anda. Tidak heran bila andapun benyak beristighfar, dan berjuang sekuat tenaga untuk mensucikan diri anda
E. Memohonkan Perlindungan Untuk Anak-anak.
Diantara metode imunisasi nabawi yang tidak diketahui oleh banyak umat Islam dan sering dilalaikan oleh orang yang telah mengetahuinya ialah dengan memohonkan perlindungan kepada Allah untuk anak-anak kita dari gangguan setan, binatang berbisa dan pengaruh ‘ain keji (mata keji). Padahal metode ini telah diajarkan semenjak zaman Nabi Ibrahin ‘alaihissalam, dan diamalkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنِ ابن عَبَّاسٍ أن رَسُولَ اللَّهِ كان يُعَوِّذُ حَسَناً وَحُسَيْناً يقول (أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ من كل شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كل عَيْنٍ لاَمَّةٍ) وكان يقول: (كان إِبْرَاهِيمُ أبي يُعَوِّذُ بِهِمَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ). رواه أحمد وأبو داود والنسائي وصححه الألباني.
“Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan perlindungan untuk cucunya Hasan dan Husain dengan berdoa: “Aku memohonkan perlindungan untukmu berdua dengan Kalimat-kalimat Allah yang Maha Sempurna dari setiap setan, binatang berbisa yang mematikan, dan dari setiap (pengaruh) mata yang mendatang kerusakan.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An Nasai dan dishahihkan oleh Al Albani)
Ini adalah salah satu imunisasi nabawi yang masih belum banyak diketahui oleh umat Islam, dan sering dilalaikan oleh orang yang telah mengetahuinya. Sungguh demi Allah, bila imunisasi nabawi ini kita amalkan dengan penuh keimanan dan penghayatan, niscaya anak-anak kita terlindung dari berbagai penyakit dan wabah.
Wahai saudaraku seiman dan seakidah! Cobalah anda bertanya kepada hati nurani sendiri: Percayakah anda dengan imunisasi nabawi ini?
Amalkanlah wahai saudaraku, niscaya Allah akan melindungi anak-anak anda dari berbagai petaka dan musibah.
F. Tidak berlebih-lebihan Dalam Hal Makanan dan Minuman
Diantara syari’at Islam yang sejak dahulu kala terbukti manjur untuk menjaga kesehatan dan mencegah datangnya berbagai penyakit ialah menempuh hidup sederhana. Tidak berlebih-lebihan dalam hal makan dan minum.

الْمِقْدَامَ بن معدي كرب الكندي قال سمعت رَسُولَ اللَّهِ  يقول ما مَلأَ بن آدَمَ وِعَاءً شَرًّا من بَطْنٍ حَسْبُ بن آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فان كان لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثُ طَعَامٍ وَثُلُثُ شَرَابٍ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ رواه أحمد والترمذي وصححه الألباني
“Sahabat Al Miqdan bin Ma’dykareb Al Kindi mengisahkan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu kantung yang lebih buruk dibanding perutnya. Bila tidak ada pilihan, maka cukuplah baginya sepertiga dari perutnya untuk makanan, sepertiga lainnya untuk minuman dan sepertiga lainnya untuk nafasnya.” (Riwayat Ahmad, At Tirmizy, An Nasai dan oleh Al Albani dinyatakan sebagai hadits shahih)
Ibnul Qayyim berkata: “Ketahuilah bahwa makan itu ada tiga tingkatan:
A. Kebutuhan.
B. Kecukupan.
C. Kelebihan.
Pada hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa hendaknya anda mencukupkan diri dengan beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang punggung anda. Dengan demikian anda tidak menjadi loyo dan tidak pula lemas. Bila anda masih merasa perlu untuk makan lebih banyak, maka hendaknya anda makan sepertiga dari daya tampung perut anda. Dengan demikian anda menyisakan sepertiga dari ruang perut anda untuk air minum dan sepertiga lainnya untuk nafas anda. Pembagian ini sangat berguna bagi kesehatan badan dan jiwa anda. Karena bila perut anda dipenuhi oleh makanan, maka tidak tersisa lagi ruang untuk minuman. Sehingga bila anda minum, maka pernapasan andapun menjadi sesak. Bila demikian adanya, anda menjadi mudah lelah dan sesak napas, bagaikan orang yang memikul beban terlalu berat. Ditambah lagi perut kenyang memiliki pengaruh buruk terhadap kepribadaian dan jiwa anda. Anda menjadi malas beribadah, dan dorongan birahi anda menguat. Pendek kata, perut yang senantiasa penuh itu berakibat buruk bagi kesehatan raga dan jiwa.” (6)
Al Munawi juga menjelaskan hadits ini dengan berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap perut orang yang makan hingga penuh sebagai kantong yang paling buruk, karena ia telah menggunakan perutnya tidak pada tempatnya. Perut manusia diciptakan untuk menegakkan tulang punggung karena mendapatkan asupan gizi yang cukup dari makanan yang ia makan. Sedangkan bila ia memenuhi perutnya, maka hal ini berdampak merusak agama dan dunianya. Penjelasannya sebagai berikut: Tidaklah seseorang biasa memenuhi perutnya, kecuali bila ia telah dikuasai oleh sifat keserakahan dan ambisi dunia. Dan kedua perangai ini berakibat buruk bagi pelakunya. Rasa kenyang yang berkepanjangan, menjerumuskan palakunya ke dalam kesesatan dan menjadikannya merasa malas. Akibatnya ia selalu malas untuk beribadah, dan tubuhnya dipenuhi oleh timbunan zat-zat yang tidak ia butuhkan. Bila telah demikian, ia menjadi mudah marah, dikuasai syahwat birahi, dan ambisinya menjadi meluap, sehingga iapun terobsesi untuk menumpuk harta benda yang tidak ia perlukan.”(7)
Saudaraku! Diantara ketentuan syari’at Islam dalam urusan makan dan minum adalah hendaknya anda tidak berlebih-lebihan dalam keduanya. Segala yang anda suka, anda makan atau minum, segala yang bisa anda beli maka anda konsumsi, dan segala yang ditawarkan oleh pedagang, maka anda incipi. Sudah barang tentu sikap seperti ini adalah cerminan nyata dari ambisi makan dan minum yang berlebihan atau disebut dengan isrof.

عَنْ عبد الله بن عمرو بن العاص  أَنَّ رَسُولَ اللهِ  قَالَ : كُلُوا، وَاشْرَبُوا، وَتَصَدَّقُوا، وَالْبَسُوا، غَيْرَ مَخِيلَةٍ، وَلاَ سَرَفٍ. رواه أحمد والنسائي وغيره وحسنه الألباني.
Sahabat Abdullah bin Amer bin Al ‘Ash, menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Makan,. Minum, bersedekah dan berpakaianlah asal tidak engkau tidak bersikap angkuh dan berlebih-lebihan.” (Riwayat Ahmad, An Nasai dan oleh Al Albani dinyatakan sebagai hadits hasan)
Pada suatu hari, sahabat Umar bin Khatthab berkata: “Janganlah engkau makan hingga merasa kekenyangan, karena kekenyangan menjadikanmu malas
Sebagian ulama’ berkata:

إنْ كُنْتَ بَطِنًا فَعُدَّ نَفْسَك زَمِنًا حتَّى تَخْمِصَ
“Bila engkau memiliki perut yang gendut, maka anggaplah bahwa dirimu sedang menderita penyakit menahun, hingga perutmu kembali mengecil.” (8)
Ibnul Qayyim berkata: “Zat makanan yang tertimbun dalam tubuh menyebabkan banyak petaka, diantaranya : mendorong anggota tubuh untuk berbuat maksiat, dan merasa malas dari beribadah. Kedua hal ini cukup sebagai dampak negatif yang besar bagi anda. Betapa banyak kemaksiatan yang disebabkan oleh rasa kenyang, dan betapa banyak amal ketaatan yang terhalangi oleh rasa kenyang? Karenanya, orang yang terlindung dari efek buruk perutnya, berarti ia telah terlindung dari petaka yang besar. Ditambah lagi, setan semakin leluasa menguasai diri anda, tatkala anda mengisi perut anda dengan makanan hingga penuh. Tidak heran, bila ulama’ terdahulu berpetuah:”Sempitkanlah jalur setan dengan berpuasa.” Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ما مَلأَ بن آدَمَ وِعَاءً شَرًّا من بَطْنٍ
“Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu kantung yang lebih buruk dibanding perutnya”.
Andailah perut penuh dengan makanan itu tidak berdampak selain menjadikan anda lalai walau hanya sesat, niscaya setan akan bersemangat menyeru anda untuk melakukannya, agar berkesempatan menggiring anda kemanapun ia suka. Karena bila perut anda senantiasa kenyang, maka jiwa anda akan agresif, dan syahwat birahi andapun berkobar. Sedangkan bila perut anda terbiasa lapar, niscaya jiwa anda menjadi tenang, khusyu’ dan tunduk kepada anda.” (9)
Pada kesempatan lain, beliau berkata : “Berbagai penyakit fisik terjadi akibat dari zat makanan yang tertimbun dalam badan anda. Akibatnya timbunan makanan itu mengganggu gerak berbagai organ badan anda. Inilah kebanyakan penyakit yang diderita oleh masyarakat. Semua itu terjadi karena mereka terbiasa mengkonsumsi makanan padahal makanan yang ia konsumsi sebelumnya belum sempenuhnya dicerna oleh organ pencernaannya. Keadaan ini diperparah oleh:
1-Mereka mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan badannya.
2-Mereka banyak mengkonsumsi makanan yang sulit dicerna.
3-Mereka mengkonsumsi beraneka ragam jenis makanan yang terbuat dari bahan-bahan yang beraneka ragam pula.
Bila anda memenuhi perut anda dengan berbagai jenis makanan ini, dan itu telah menjadi gaya hidup anda, niscaya kebiasaan buruk ini menyebabkan anda menderita beraneka ragam penyakit pula. Dari berbagai penyakit yang anda derita, ada yang dengan cepat disembuhkan dan ada pula yang sulit diobati. Akan tetapi bila anda menempuh hidup sederhana, mengkonsumsi makanan seperlunya, dan makanan yang anda konsumsipun seimbang dalam kadar dan jenisnya, maka badan anda lebih sehat dari pada mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak.” (10)
Tidak mengherankan bila diantara metode yang dicontohkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak makan sambil duduk bersila. Karena makan dengan duduk bersila menjadikan anda hanyut dan tidak kunjung merasa puas atau kenyang.
Ketika anda duduk bersila, maka lambung anda akan terbuka selebar-lebarnya, anda tidak segera merasa kenyang, dan akhirnya andapun makan dengan lahap serta dalam jumlah yang banyak.

عن أَبي جُحَيْفَةَ  يقول قال رسول اللَّهِ  : (لا آكُلُ مُتَّكِئًا) رواه البخاري
Sahabat Abu Juhaifah radhiallahu ‘anhu mengisahkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku tidak makan sambil duduk bersandar (bersila).” (HR. Imam Bukhari)
Imam Al Khattabi menjelaskan hadits ini dengan berkata: Masyarakat awam mengira bahwa yang dimaksud duduk bersandar ialah makan sambil duduk bersandar ke sebelah bagian badan. Padahal tidak demikian halnya. Yang dimaksud adalah duduk mantap dengan bersila. Dengan demikian makna hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ia tidak makan dengan duduk bertumpu pada alas yang dibawahnya, layaknya orang yang hendak makan banyak. Karena sesungguhnya aku makan hanya sekedar untuk bekal hidup, sehingga aku duduk layaknya orang yang ingin segera bangkit.”(11)
Ibnu Jarir At Thobari berkata: “Bila anda bertanya: Apakah ada batasan tertentu berkaitan dengan nafkah yang dibenarkan dalam Syari’at? Maka jawabannya: Ya, ada batasan nafkah yang sesaui dan dibenarkan dalam masing-masing hal berikut: makanan, minuman, pakaian, sedekah, amal kebajikan dan lainnya . Saya tidak suka memperpanjang kitab ini dengan menyebutkan batasan masing-masing. Hanya saja berdasarkan penjelasan di atas, yaitu: bila anda mengkonsumsi makanan melebihi batas kebutuhan anda, sehingga badan anda menjadi lemah, tenaga anda luluh, anda tersibukkan dari beribadah kepada Allah dan menunaikan kewajiban, maka itu berati anda telah berlebih-lebihan.” (12)
Beberapa syari’at di atas, hanyalah setetes dari lautan syariat yang bila anda amalkan dengan penuh keimanan dapat mendatangkan keberkahan dalam hidup anda. Bukan hanya dalam hal kesehatan raga anda, akan tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan anda, baik di dunia ataupun di akhirat.
Wallahu Ta’ala a’alam
Footnotes:
(1) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 9/263.
(2) Syarah Muslim oleh Imam An Nawawi 13/183.
(3) Al Fatawa Al Mut’alliqah Bit Thib Wa Ahkamil Mardho 203.
(4) Adwaul Bayan 3/12.
(5) Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3279 & Tafsir Al Baghowi 7/355.
(6) Zadul Ma’ad Oleh Ibnul Qayyim 4/16.
(7) Faidhul Qadir, oleh Al Munawi 5/502.
(8) Jami’ Al Ulum Wa Al Hikam oleh Ibnu Rajab Al Hambali 426.
(9) Bada’iul Fawaid oleh Ibnul Qayyim 2/498.
(10) Zadul Ma’ad Oleh Ibnul Qayyim 4/16
(11) Demikian Ibnu Hajar Al Asqalani menukilkan perkataan Al Khatthabi.
(12) Tafsir At Thobari 19/300-301.
Sumber: pengusahamuslim.com [jazahumullahu khairan]

الثلاثاء، ٨ أكتوبر ٢٠١٣

Keberadaan Freemasonry di Indonesia


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Dalam pertemuan yang lalu, kita telah membahas tentang sepak terjang FreemasonryYahudi secara umum di dunia, maka kali ini kita akan memperdalam kajian tersebut dengan membahas tentang Keberadaan Freemasonry di Indonesia. Oleh karena kita ini adalah ummat Islam yang tinggal di Indonesia, maka hendaknya kita perlu mengetahui apa yang terjadi di negara kita ini berkaitan dengan Freemasonry Yahudi dan penyebaran ideologinya yang ternyata keberadaannya adalah sudah sejak lama di Indonesia; sehingga dengan demikian kita bisa melindungi ‘aqiidah baik diri sendiri maupun anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa dan juga kaum Muslimin pada umumnya.
Kita akan memulai kajian ini dengan suatu pertanyaan: “Benarkah Freemasonry Yahudi ada di Indonesia?

السبت، ١٦ فبراير ٢٠١٣

Berbagai Bentuk Karamah, Keadaan Dan Bentuk Yang Diduga Ada Pada Tasbeh (I)



Mereka telah menganggap tasbeh memiliki berbagai karamah, keadaan dan bentuk yang tidak mungkin disebutkan di dalam kitab ini. Di antaranya, kisah yang telah disebutkan terdahulu yang bersumber dari Abu Muslim al-Khaulani, lalu tasbeh milik Abul Wafa yang baru saja disebutkan di atas, juga kisah yang telah disebutkan oleh Imam as-Suyuthi, seraya berkata, ‘Sungguh aku telah diberi informasi oleh seorang yang aku percaya?!, bahwasanya dia pernah bersama suatu kafilah (rombongan) dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis, lalu tiba-tiba dihadang oleh sekelompok orang-orang Arab yang menelanjangi seluruh anggota rombongan tersebut dan termasuk diriku. Ketika orang-orang tersebut melepas surbanku, maka tasbeh jatuh dari kepalaku terjatuhlah, dan mereka pun melihatnya, maka mereka berkata, “Orang ini mempunyai tasbîh.” Lalu mereka pun mengembalikan kepadaku barang-barang milikku yang telah diambil, dan aku pun pergi dalam keadaan selamat dari ulah mereka.”

As-Suyuthi berkata, “Wahai saudaraku, coba lihatlah alat (benda) yang diberkahi yang bersinar ini beserta kebaikan dunia dan akhirat yang terkandung di dalamnya?!!”

Selanjutnya, terjadilah perkembangan berikutnya, tasbeh dianjurkan supaya dikalungkan di leher, sehingga al-Banni Muhammad bin Abdussalam, alias Ibnu Hamdun al-Fasi rahimahullah (w. 1163 H), telah menulis sebuah risalah (tesis) yang berjudul:“Tuhfat Ahl al-futuhat wa al-adzwaq fi ittikhadz as-subhah wa ja’liha bi al-a’naq” (sebuah persembahan dari orang-orang yang terbuka hatinya dan punya perasaan mengenai penggunaan tasbeh dan pengalungannya di leher). Risalah ini telah dicetak setebal 156 halaman.

Bahkan tidak hanya itu, permasalahannya telah sampai pada tingkat menjalankan ibu jari dan jari telunjuk dengan sangat cepat di atas butiran-butiran tasbeh, sehingga waktu pemutaran tasbehnya tidak bersamaan dengan ucapan: “Subhanallah”(Mahasuci Allah ta'ala) sebanyak dua kali atau tiga kali (Lebih cepat putaran tasbeh daripada bacaan dzikirnya).

Dalam hal ini, terjadilah kerusakan akidah (keyakinan), yaitu mulai dari saling mewarisi tasbeh tersebut dari sebagian orang-orang shalih, meyakininya, memeliharanya, sampai mewakafkannya. Bahkan, ada sebagian petugas yang mengurusi masalah wakaf yang mempunyai tas kecil berisi kumpulan tasbeh, yang digunakannya untuk mendatangi orang-orang awam untuk bertasbîh bersama mereka (yang pahalanya) ditujukan kepada arwah si pewakafnya. Sedangkan sebagian orang yang cinta kebaikan ada yang sengaja menggantungkannya di dalam berbagai masjid agar digunakan oleh siapa saja yang hendak bertasbih. Penulis pernah menyaksikan sendiri hal itu di beberapa negara di dunia Islam.

Tasbeh ini pun telah menjadi ajang berbuat riya’ (pamer), memperlihatkan ibadah bagi sebagian orang yang dipermainkan oleh setan. Ia dijadikan sebagai simbol ahli dzikir, padahal dia termasuk orang-orang yang merusak urusan dunia dengan agama.

Seorang penyair bernama Muhammad al-Asmar -sebagaimana telah disebutkan oleh al-Jundi di dalam tulisannya yang berjudul “Tasbîh dan orang-orang yang bertasbîh” (as-subhah wa al-musabbihun)- mempunyai qasidah di dalam 18 bait sya’ir, di dalamnya ia menceritakan beberapa keadaan orang-orang yang bertasbîh dengan tasbeh. Dia bertutur: “Terkadang tasbeh itu terlihat di dalam toko, seperti dia terlihat di dalam masjid. Sebagian butiran tasbeh itu merupakan bencana dan sejelek-jelek bilangan. Jerat sang penipu, yang jika bertemu seekor keledai maka akan menjeratnya. Tasbeh itu pun dia bawa di telapak tangannya, padahal tasbeh itu tak lain kerusakan yang dibuat sang perusak. Dan barangsiapa yang melihatnya, maka akan menyangka tasbeh itu sebagai petunjuk bagi orang yang mendapat hidayah.

Ketahuilah, bahwa kalangan tarekat sangat bergantung dan menyukai tasbeh, sehingga bagi mereka tasbeh menjadi sebuah simbol dan slogan. Setiap aliran tarekat menyebutnya sebagai karamah, keistimewaan dan sifat-sifat yang tidak pernah terdetik di dalam hati. Lalu, tasbeh itu pun menjadi bagian dari kebutuhan jalan (untuk bisa sampai kepada Allah ta'ala) pada tahap permulaan maupun pada tahapan terakhir (setelah mencapai tingkat ma`rifat. Penj), dan menjadi kebiasaan seorang murîd(pelajar tarekat pemula). Jika penulis mau menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan tasbeh di kalangan kaum tarekat (sufi), tentang ucapan dan perbuatan mereka, tentu pembahasannya menjadi sangat panjang, dan semuanya bermula pada satu muara, yaitu: sikap ghuluw (pengkultusan) dan israf (berlebih-lebihan) dari satu sisi, serta bisikan-bisikan dan persepsi-persepsi setan dari sisi lain. Begitulah, seorang yang tersesat dari petunjuk Nabi, maka dia akan terperosok ke dalam berbagai kerancuan semacam ini.

Di sini, saya cukupkan pembicaraan ini dengan menuturkan beberapa petikan kalimat langsung dari kitab “Tuhfat Ahl al-futuhat wa al-adzwaq fi ittikhadz as-subhah wa ja’liha bi al-a’naq wa ba’dh al-Adab….”, karangan Fathullah bin Abu Bakar bin ‘Abdussalam bin Hamdun al-Bannani asy-Syadzili ad-Darqawi (w. 1353 H), mengingat kitab ini memuat 156 halaman, dari halaman 3-20 membahas masalah tasbeh, sedang yang selebihnya berbicara tentang berbagai etika dalam aliran tarekat. Saya paparkan petikan kalimatnya di sini dengan menyebutkan tema-temanya, agar perhatian pun tertuju kepada berbagai isinya yang dinisbatkan kepada syariat secara tidak bertanggung-jawab. Petikan kalimat tersebut, antara lain:

Tasbeh Syaikh as-Salawi

Dalam kitab kami “ath-Thabaqat” mengenai biografi Syaikh as-Salawi -semoga dengannya Allah ta'ala memberi manfaat kepada kami-, yaitu sewaktu membicarakan tentang mujahadah (upaya keras melawan rong-rongan nafsu) dan khalwat(penyepian) yang dilakukannya di belakang masjid Jami’ al-Andalus di kota Pas -semoga Allah ta'ala tetap menjaganya- disebutkan: “Sungguh aku sempat mengunjungi tempat pertapaan yang diberkahi ini setelah kematian beliau dalam salah satu pelesiran sewaktu aku berada di kota Pas untuk mengunjungi guru kami yang bernama Idris, juga bapaknya, saudara-saudara, para wali yang berada di sana, dan kaum migran -semoga dengan mereka Allah ta'ala memberi manfaat kepada kami-. Di sana, aku melihat sebuah tasbeh yang konon beliau gunakan untuk berdzikir, dan aku pun ber-tabarruk dengannya. Tasbeh itu berukuran sangat besar dalam posisi digantungkan di atap tempat pertapaan tersebut sebagai bentuk penghormatan dan menjaganya, mengingat dia sebagai alat untuk membantu di dalam jihad yang maha besar. Sementara atap yang digantunginya sekilas terlihat sangat tinggi, namun tasbeh tersebut masih tetap menyentuh tanah, dan beliau menggunakan tasbeh tersebut dalam keadaan seperti itu. Dan untuk tasbeh itu telah dibuatkan alat penarik (derek) untuk mempermudah perputarannya. Beberapa ulama besar pernah berkata, “Kalau sekiranya memungkinkan bagi kami untuk bertasbîh dengan gunung, pasti kami lakukan.” Maksudnya, biji tasbeh tersebut akan dibuat sebesar gunung atau setara dengannya, mengingat di situ terdapat berbagai rahasia yang akan diketahui oleh orang yang membiasakan diri untuk ber-mujahadah dalam bimbingan ulama terkemuka.”

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta] 
http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatdoa&id=484

الخميس، ٧ فبراير ٢٠١٣

Diego Michiels Masuk Islam



Sepakbola nasional keturunan Belanda, Diego Michiels memutuskan untuk berpindah agama memeluk Islam. Keputusan ini diambil Diego setelah sebelumnya berkonsultasi dengan salah satu kuasa hukumnya, Kapitra Ampera.

"Hal yang mengejutkan, Diego ternyata banyak menyimpan referensi tentang Islam dan dia memutuskan untuk memeluk Islam di bawah bimbingan saya," ujar Kapitra di Gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jl Gajah Mada, Jakarta, Kamis (7/1).

Pada kesempatan yang sama, Diego mengaku telah lama tertarik dengan Islam. Hal ini disebabkan Diego telah lama hidup dan tinggal dalam komunitas muslim.

Selain itu, Diego membubuhkan kata Mohammad dalam nama lengkapnya. Kini, namanya menjadi Diego Mohammad Bin Robby Michiels.

"Ketertarikan ini murni berasal dari dalam diri saya. Tidak ada tekanan dari pihak manapun. Juga bukan karena kekasih saya seorang muslimah," terang Diego.

Proses pembacaan lafal Kalimah Syahadat disaksikan oleh tiga orang saksi yaitu Riandi Rusman, Vidi Galenso dan Elza Syarief. Diego sempat mengambil air wudhu sebelum mengucapkan kalimah syahadat.
Sumber: Merdeka.com

الثلاثاء، ٥ فبراير ٢٠١٣

Qaza‘ Adalah Haram



c

 Terdapat bentuk cukuran yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam iaitu apa yang disebut dalam bahasa Arab sebagai qaza‘ (???). Qaza‘ ialah mencukur sebahagian rambut dan meninggalkan sebahagian yang lain. Sama ada mencukur di tengah kepala dan meninggalkan yang tepi, mencukur di tepi meninggalkan rambut di tengah atau mencukur rambut depan meninggalkan rambut belakang atau sebaliknya. Hukum melakukan qaza‘ ini adalah makruh. (Al-Majmu‘, kitab ath-thaharah bab as-siwak: 1/363-364)

Larangan melakukan qaza‘ ini telah disebut dengan jelas di dalam hadis daripada ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma katanya yang bermaksud :
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menegah daripada melakukan qaza‘ (mencukur sebahagian daripada rambut kepala)."
(Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis yang lain daripada ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma yang bermaksud :
"Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melihat seorang kanak-kanak yang dicukur sebahagian rambutnya dan ditinggalkan sebahagian yang lain, lalu Nabi melarang mereka berbuat demikian dan Baginda bersabda: "Kamu cukur (rambut itu) kesemuanya atau kamu tinggalkan kesemuanya (tidak mencukurnya)."
(Hadis riwayat Abu Daud)